Yenny Andayani telah menempatkan beberapa
posisi tinggi di perusahaan energi milik negara Pertamina, yang berpuncak pada
pengangkatannya pada bulan November tahun lalu sebagai direktur energi baru dan
terbarukan. Sekarang (50), dia adalah lulusan hukum dari Universitas Parahyangan
di Bandung. Dia memulai karirnya di Pertamina pada tahun 1991 dan telah
menjabat termasuk menjadi presiden direktur PT Donggi-Senoro LNG dari tahun
2009 sampai 2012 dan kemudian sebagai wakil presiden senior untuk gas dan
listrik.
Indonesia Fabulous People
Rabu, 26 Oktober 2016
YENNY WAHID, Politikus / Aktivis
Zannuba Ariffah Chafsoh Rahman
Wahid, lebih umum dikenal sebagai Yenny Wahid, terjun ke politik ketika ayahnya
Abdurrahman Wahid menjadi presiden pada tahun 1999. Sebelum itu ia bekerja
sebagai wartawan, memenangkan penghargaan untuk karyanya sebagai koresponden di
Timor Timur dan Aceh dari Australia Fairfax Media, penerbit The Sydney Morning
Herald dan The Age. Lulusan Universitas Harvard Kennedy School of Government
menikah dengan Dhohir Farisi, seorang politisi dari Gerakan Indonesia (Gerindra) milik Prabowo Subianto. Sekarang 42, Yenny adalah direktur Wahid Institude, di mana ia
menyebar pemikiran ayahnya dan Nahdlatul Ulama (NU) yang ideal dengan Islam moderat
dan menghormati pluralisme.
Selasa, 25 Oktober 2016
JUWITA RAHMAWATI, TAKLUKKAN LINTASAN MODEL
Juwita Rahmawati (28) bukan sosok asing di industri mode Tanah Air. Wajahnya
sering menghiasi media massa sebagai model yang cukup intens melenggak-lenggok
di landasan peraga. Pengalaman belasan tahun membawanya menjadi ikon Jakarta
Fashion Week 2017.
Menjelang perhelatan JFW, jadwal harian gadis dengan tinggi 177 cm ini
super padat. Ia harus bolak-balik promosi ke beberapa televisi, radio, hingga
terlibat dalam sharing session untuk
memperkenalkan JFAW yang sudah memasuki penyelenggaraan tahun ke sembilan.
Jadwal yang super padat menjelang JFW sudah berlangsung sejak proses
pemotretan yang dijalani sejak Juli lalu.
Hasil indah jepretan itu bisa disaksikan di setipa sudut JFW yang akan
memajang foto Wita. Bukannya mengeluh, menjadi model memang bukan perkara
mudah. “Saya dulu mikir, enak banget jadi model, jalan pakai baju bagus, pakai make up bagus. Ternyata butuh kerja
keras luar biasa. Tantangannya berat banget,” kata Wita.
Di balik tubuhnya yang sekilas tampak ringkih, gadis berambut hitam
panjang dengan kulit sawo matang khas tropis ini tergolong sosok yang kuat. “Selagi
masih muda, optimalkan saja. Lima hal selama masih bisa dikerjakan bareng
kenapa enggak? Kita harus punya self
esteem, dan self concept. Self concept-ku:
lovable, warm, dan energic. Rasa enggak percaya diri
biasanya mulai muncul kalau sudah mulai compare
sama orang lain,´tambah Wita.
Lovable diwujudkan dengan
berusaha peduli dengan kebutuhan orang lain. Dengan membagikan cinta bagi orang
lain, ia percaya bahwa akan datang banyak cinta baginya. Kepedulian tersebut
diwujudkan dalam hal-hal kecil mulai dari peduli pada rekan kerja sesama model
hingga terlibat dalam kegiatan sosial di yayasan sosial Muslim yang dibentuk
maminya. Di yayasan itu, Wita terlibat dalam beragam kegiatan antara lain
menyantuni anak yatim piatu hingga pemberdayaan usaha makro, kecil, dan
mennengah.
Ayahnya yang pensiunan perbankan dan sekarang sedang menyelesaikan
pendidikan S-3, memang selalu berpesan agar setiap anaknya belajar menjadi
pengusaha, apa pun pekerjaan yang digeluti. Adik-adik Juwita bahkan diikutkan
kursus pendek atau sekolah bisnis demi mengasah insting kewirausahaan.
Saat ini, Wita sedang merambah bisnis di bidang kecantikan dan mode
dengan usaha bulu mata palsunya. Di dunia mode, ia membuka sekolah mode Dewi
Griya dengan dirinya sebagai pemilik sekaligus salah satu pengajar. Sekolah mode
tersebut ternyata sangat diminati anak-anak dari usia tiga tahun. Selain itu Wita
juga sudah membuka bisnis smoothies dengan
label Miss Fruits. Berawal dari kebiasaan sarapan smoothies buatannya.
Saat ini, ia sedang menempuh pndidikan S-2 di bidang marketing
komunikasi. “Perempuan harus pintar. Ingin meruntuhkan anggapan bahwa rata-rata
model berpendidikan rendah. Ada memang yang enggak kuliah karena dunia mode
menjanjikan. Tinggal niat kita saja.” Ujarnya.
Tampil begitu cantik di catwalk,
sehari-hari Wita lebih menyukai dandanan tipis. Ia pun cuek memilih markir
mobilnya di tepi jalan dan berpindah memakai jasa transportasi ojek jika harus
mengejar waktu di tengah kemacetan lalu lintas. “Aku panikan, kerjaannya harus on time. Model itu perjuangannya luar
biasa. Enggak selalu melulu cantik,” tambah Wita.
Lahir di Malang dengan orang tua berdarah campuran Sunda-Gorontalo,
Juwita memang mempresentasika kecantikan perempuan Indonesia. “Unik bukan hanya
sekedar wajah. Interprestasi sangat luas. Yang membuatku percaya diri adalah
karena kulitku unik. Ulit sawo mata Indonesia. Aku perempuan Indonesia banget. Auranya
Jawa. Perempuan harus bisa mandiri dan memberi banyak manfaat postif buat orang
sekitar,” ujarnya.
Manfaat postif itulah yang ditebarkan Wita ketika melenggok di
lintasan peraga. Mencerminkan perempuan Indonesia yang kuat dan mandiri, wajah
Wita adalah wajah berpengharapan perempuan Indonesia.
RIRIN EKAWATI
"Ekspresi harus hidup, mata tidak boleh kosong." Masih terngiang suara Ira Duaty saat memberikan pengajaran. Terdengar sederhana, tapi ini penting sekali. Meski sudah lebih dari 50-an judul film (FTV, sinetron, film panjang) saya perankan, semua pelajaran yang saya dapatkan dalam kelas karantina itu tetap terpakai hingga saat ini.
Saat memasuki dunia hiburan, wajah saya lumayan sering muncul di televisi sebagai bintang iklan. Salah satunya, iklan sabun cuci pakaian, yang menjadi pintu saya menuju dunia peran.
Berbakat atau tidak di dunia peran, saya tidak tahu juga. Tetapi, saat masih kecil,'tiap melihat orang berakting di TV atau di layar lebar bioskop, suka saya tiru. Biasanya. saya akan mengunci diri di kamar dan menirukan cara mereka berbicara dan ekspresi mereka di depan kaca. Konyol, ya! Ha... ha... ha....
Saya mengawali karier di film sebagai pemeran pembantu di film komedi romantis Roman Picisan (2010). Meski mendapat peran kecil, sangat berkesan karena saat itu bisa berakting dengan banyak selebritas terkenal tanah air, seperli Tora Sudiro, Artika Saridevi, dan Alex Abad. Modal saya saat itu adalah nekat dan tekad yang besar. Sebab, salah satu gol saya di dunia hiburan adalah bermain film. Jadi, tanpa banyak berpikir, begitu dapat tawaran casting, saya langsung menyanggupi! Saya ingin menggali bakat dan mengembangkannya semaksimal mungkin.
Masing-masing film punya tantangan sendiri. Namun salah satu tantangan terbesar adalah saat harus berpisah cukup lama dengan putri saya. Jasmine Salsabila. Rata-rata proses syuting memakan waktu hingga satu bulan. Apalagi beberapa di antaranya, seperti film Serdadu Kumbang dan Di Timur Matahari, lokasi syutingnya di luar Pulau Jawa, yaitu di Sumbawa dan Papua.
Tidak hanya tantangan, saya juga belajar banyak tentang kehidupan dan bermain film. Salah satunya saat saya berperan di film Kisah 3 Titik yang diproduseri dan disutradarai oleh Lola Amaria. Saya memerankan Titik Sulastri, yang ditinggal mati suaminya saat sedang hamil anak kedua.
Demi menghidupi anak dan bayi dalam kandungannya, ia berbohong tentang status kehamilannya dan bekerja sebagai buruh pabrik garmen. Sampai kemudian dia tahu bahwa ada tumor di payudaranya. Saya banyak belajar tentang kegigihan hidup dari tokoh yang saya perankan.
Saat ini, karena sedang hamil, semua pekerjaan di dunia hiburan saya hentikan dulu. Berharap setelah melahirkan bisa kembali melanjutkan pekerjaan, tapi tetap dengan menomorsatukan keluarga. Tetapi, sekarang pun masih ada film dan FTV saya yang masih diputar ulang di TV. Semoga fans dan para penonton masih ingat dengan saya.
WHULANDARY HERMAN
Saya berkarier menajdi model sejak tahun 2002, dan sejak itu pula saya terpikir untuk mencoba dunia akting. Sebab, saya menyadari betul karier akting itu lebih panjang usianya daripada modeling.
Kini sudah 10 tahun saya menekuni dunia model, sudah saatnya mencoba jalur yang berbada. Setelah menang Puteri Indonesia, barulah saya serius menjajal dunia akting. Tawaran berperan sebagai Eva di film Bidadari Terakhir (2015) langsung saya ambil.
Peran ini lumaya sulit dibawakan, terlebih karena ini adalah pertama kalinya saya berakting. Selain itu, karena film ini diangkat dari kisah nyata seorang anak yatim yang terpaksa menjadi wanita penghibur untuk membiayai pengorbatan ibunya yang menderita kanker.
Tantangan akting lain saya dapatkan di film terbaru saya, Will You Marry Me (2016). Di film ini saya memmerankan tokoh Stefani, seorang wanita yang patah hati karena kehilangan cinta dan menjadi depresi. Sulitnya, saya harus berakting tanpa suara, tapi orang tetap bisa merasakan luka hati saya. Itu akting yang luar biasa berat bagi saya.
Saya suka menantang diri saya sendiri. Saya ingin tahu seberapa kuat saya bisa keluar dari zona nyaman. Sebab, di modeling saya sudah sangta aman. Sementara, akting seperti mainan baru, seperti masih di sekolah TK yang baru belajar dari awal. Apapun karakter yang saya dapat merupakan tantangan baru untuk memberikan yang terbaik.
Kebetulan, saya memang suak ninton film. Angelina Jolie, Robert De Niro, Leonardo DiCaprio, Christine Hakim, Reza Rahardia, Jajang C. Noer, adalah role model saya saat berakting. Saya juga suka bergaul dengan orang dalam karakter berbeda. Karakter-karakter mereka jadi referensi saya dalam berakting. Saya kan=get dan tidak menyangka bahwa pembelajaran saya di dunia akting mendapat apresiasi Tuti Indra Malaon Award sebagai Aktris Pendatang Baru Terbaik di Piala Maya 2015. Saya sangat bersyukur! Semua penghargaan itu saya terima sebagai tantangan baru untuk siap mendalami peran lian di film berikutnya.
PUTRI AYUDYA
Sebelum terjun dalam dunia hiburan, saya memang telah aktif bermain teater di Teater Psikologi Universitas Indonesia (TekoUI).
Perajalanan saya memasuki dunia hiburan merupakan campuran antara kerja keras dan keberuntungan.
Tawaran film serius datang tanpa saya duga pada tahun 2014. Saat itu saya baru selesai menonton pementasan teater di Salihara. Saat sedang melihat-lihat koleksi barang di gerainya, ada seorang pemuda mendekati saya. Rupanya dia adalah salah satu kru casting sutradara Garin Nugroho. Mereka akan membuat film sejarah dan membutuhkan wajah seperti saya. Katanya, wajah saya klasik dan Indonesia banget.
Kemudian saya tahu, bahwa ini untuk penggarapan film Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015). Syaa nyaris tidak percaya bisa bermain di film arahan Garin Nugroho, dan bermain bersama aktor Reza Rahardian. Ini film pertama saya, film kolosal, ada kamera, tim make up, kostum, workshop, bertemu orang0orang besar, dilatih, dibayar, dan nantinya tayang di bioskop! Untuk pertama kalinya saya bisa menunjukkan bahwa seni peran yang saya cintai juga bisa bermanfaat bagi diri saya, kedua orang tua saya, dan banyka lagi. Saya tidak punya alasan untuk bilang tidak!
Mental saya benar-benar diuji saat berperan di film ini. ‘Dikepung’ oleh para senior dan sederet nama besar seperti Ganrin Nugroho, Christine Hakim, dan Reza Rahardian. Mereka semua datang dengan banyak saran terbaik dalam berakting. Samapai-sampai saya kebingungan, mana yang harus diikuti. Saya memilih go big or go nothing.
Jujur saya masih sering diserang rasa kurang percaya diri. Namun, di saat bersamaan, saya melihat ada sekian banyak orang yang mengandlakan saya, dan percaya bahwa saya bisa. Harusnya, saya juga yakin pada diri sendiri. Lebih baik berani berbuat, salah dan perbaiki! I’m a newbie. I have plenty of rooms to explore.
Hingga sekarang ada beberapa film pendek dan film panjang yang saya bintangi, termasuk Youtube Series (Kisat Carlo). Insya Allah, akhir tahun ini akan tayang film baru saya. Mengejar embun. Sementara, proyek yang sedang berjalan adalah pembuatan film Gila Bule Gila.
Perajalanan saya memasuki dunia hiburan merupakan campuran antara kerja keras dan keberuntungan.
Tawaran film serius datang tanpa saya duga pada tahun 2014. Saat itu saya baru selesai menonton pementasan teater di Salihara. Saat sedang melihat-lihat koleksi barang di gerainya, ada seorang pemuda mendekati saya. Rupanya dia adalah salah satu kru casting sutradara Garin Nugroho. Mereka akan membuat film sejarah dan membutuhkan wajah seperti saya. Katanya, wajah saya klasik dan Indonesia banget.
Kemudian saya tahu, bahwa ini untuk penggarapan film Guru Bangsa: Tjokroaminoto (2015). Syaa nyaris tidak percaya bisa bermain di film arahan Garin Nugroho, dan bermain bersama aktor Reza Rahardian. Ini film pertama saya, film kolosal, ada kamera, tim make up, kostum, workshop, bertemu orang0orang besar, dilatih, dibayar, dan nantinya tayang di bioskop! Untuk pertama kalinya saya bisa menunjukkan bahwa seni peran yang saya cintai juga bisa bermanfaat bagi diri saya, kedua orang tua saya, dan banyka lagi. Saya tidak punya alasan untuk bilang tidak!
Mental saya benar-benar diuji saat berperan di film ini. ‘Dikepung’ oleh para senior dan sederet nama besar seperti Ganrin Nugroho, Christine Hakim, dan Reza Rahardian. Mereka semua datang dengan banyak saran terbaik dalam berakting. Samapai-sampai saya kebingungan, mana yang harus diikuti. Saya memilih go big or go nothing.
Jujur saya masih sering diserang rasa kurang percaya diri. Namun, di saat bersamaan, saya melihat ada sekian banyak orang yang mengandlakan saya, dan percaya bahwa saya bisa. Harusnya, saya juga yakin pada diri sendiri. Lebih baik berani berbuat, salah dan perbaiki! I’m a newbie. I have plenty of rooms to explore.
Hingga sekarang ada beberapa film pendek dan film panjang yang saya bintangi, termasuk Youtube Series (Kisat Carlo). Insya Allah, akhir tahun ini akan tayang film baru saya. Mengejar embun. Sementara, proyek yang sedang berjalan adalah pembuatan film Gila Bule Gila.
Kamis, 20 Oktober 2016
ASTON UTAN, Entrepreneur Owner of St. Ali Jakarta & Common Grounds Coffe
Aston dan partner sedang mengembangkan bisnis yang berpusat pada kopi.
Kenapa kopi? Karena mereka berdua memang memiliki passion terhadap kopi.
Proyek selanjutnya adalah mendirikan outlet baru St. Ali yang
rencananya akan hadir tahun depan di Bali dan juga outlet baru Common
Grounds di Jakarta Selatan.
Dulu Aston dan teman-teman pernah gagal dalam berbisnis tapi mereka tidak putus asa. Menurut Aston, kuncinya selain menawarkan kopi dengan rasa terbaik, restoran atau kafe tersebut juga harus menawarkan makanan yang lezat. Sehingga saat konsumen datang mereka punya banyak pilihan, tidak hanya untuk minum kopi. Maka dari itu, setiap mendirikan outlet baru, Aston memperkerjakan chef yang memperhatikan kualitas makanan yang disajikan.
Menurut Aston, perkembangan industri kopi saat ini sangat berkembang. Sayangnya, para petani kopi Indonesia masih belum memiliki peralatan yang memadai meski tidak dipungkiri Indonesai memliki kualitas kopi yang baik. Pertumbuhan coffe shop juga sedang marak di Indonesia, baik di Jakarta atau daerah-daerah lain. Hal ini sangat bagus, karena masyarakat jadi lebih tahu tentang kopi yang mereka minum, tidak hanya kopi instan. Terhadap pebisnis lain, Aston tidak memandang hal sebagai sebuah kompetisi.
Jujur, Aston tidak punya kopi favorit! Namun hingga saat ini ada satu jenis kopi yang rasanya tak terlupakan, yakni kopi Panama dengan varietas bernama Geisha.
Langganan:
Postingan (Atom)